Selasa, 13 Mei 2014

QIBLAT

Istilah qiblat identik dengan pelaksanaan sholat yang merupakan salah satu syarat sah sholat, dan yang dimaksud qiblat disini adalah ka’bah, sedangkan ka’bah dinamakan qiblat karena setiap orang yang melakukan sholat selalu menghadap ke arahnya. Kata qiblat adalah bahasa Arab yang berarti menghadap.
Anggota-anggota tubuh yang wajib menghadap qiblat dalam keadaan sholat adalah:
a. dada, bagi orang yang sholat dalam posisi berdiri dan duduk
b. wajah dan dada, bagi orang yang sholat dalam posisi tidur miring
c. wajah dan kedua telapak kaki, bagi orang yang sholat dalam posisi telentang.
Dengan adanya perintah menghadap qiblat/ka’bah di dalam sholat, sebaiknya kita tahu posisi ka’bah berdasarkan letak geografisnya. Berdasarkan letak geografisnya bagi kita yang berada di Ponorogo misalnya, sudutnya berkisar 24 ke utara dari titik barat.
Namun dalam prakteknya, apakah kita harus benar-benar tepat menghadap ke arah tersebut yang sehingga kita harus membawa alat pengukur sudut arah / kompas setiap akan melaksanakan sholat, atau kita cukup mengikuti arah qiblat masjid-masjid yang telah berdiri?.
Untuk lebih jelasnya kita lihat dulu pendapat ulama’ tentang masalah ini. Menurut madzhab syafi’i kita wajib menghadap ke arah dzat-nya qiblat (menurut qoul rojih,) bila posisi kita dekat dengan ka’bah maka kita harus menghadapnya secara yakin baik melihatnya secara langsung atau dengan memegangnya, dan bila posisi kita jauh dari ka’bah maka kita harus menghadapnya dengan cara perkiraan (dhon).
Namun Imam Ghazali berpendapat bahwasanya cukup menghadap arah dimana ka’bah berada. Semisal bagi kita yang berada di Indonesia cukup menghadap ke arah barat karena letak Indonesia berada di timur Makkah (ka’bah berada). Pendapat ini sangat kuat dan didukung oleh Imam Jurjani dengan mempertimbangkan kecilnya bangunan ka’bah, sehingga sangat sulit bagi orang-orang yang jauh dari ka’bah untuk menghadap ka’bah secara tepat.
Berkaitan dengan arah qiblat di dalam masjid diterangkan bahwa zaman dahulu arah qiblat masjid ditentukan langsung oleh nabi Muhammad Saw., maka orang-orang yang sholat di dalamnya tidak boleh berijtihad sama sekali, akan tetapi harus mengikuti arah yang ditentukan nabi. Sedangkan masjid-masjid zaman sekarang sudah biasa dibangun pengimaman (mihrab), maka orang yang sholat di dalamnya cukup mengikuti arah pengimaman sebagai petunjuk arah qiblat, namun masih diperbolehkan serong ke kanan/kiri.
[buletin edisi Maret 2014]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar