Jumat, 28 April 2023

Hukum Onani Saat Puasa


Oleh Suryono Zakka

Dalam sebuah video, tokoh Wahabi bernama Yazid Jawaz mengatakan bahwa onani saat puasa hukumnya bersifat ikhtilaf atau terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Yazid Jawaz sependapat dengan Albani bahwa onani saat puasa tidak membatalkan.

Lantas bagaimana pendapat dikalangan ulama tentang onani saat puasa? Ini penjelasannya.

1. Pendapat Jumhur Ulama

Menurut mayoritas ulama, onani dan masturbasi termasuk pembatal puasa.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,

يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى

“Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 7492). Dan onani adalah bagian dari syahwat.

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata,

وَلَوْ اسْتَمْنَى بِيَدِهِ فَقَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا ، وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِهِ إلَّا أَنْ يُنْزِلَ ، فَإِنْ أَنْزَلَ فَسَدَ صَوْمُهُ ؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى الْقُبْلَةِ فِي إثَارَةِ الشَّهْوَةِ

“Jika seseorang mengeluarkan mani secara sengaja dengan tangannya, maka ia telah melakukan suatu yang haram. Puasanya tidaklah batal kecuali jika mani itu keluar. Jika mani keluar, maka batallah puasanya. Karena perbuatan ini termasuk dalam makna qublah yang timbul dari syahwat.”

Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji karya Musthofa Khan dan Musthafa al-Bugha disebutkan bahwa onani saat puasa dapat membatalkan puasa jika disengaja.

الاستمناء: وهو استخراج المني بمباشرة تقبيل ونحوه، أو بواسطة اليد، فإن تعمد ذلك الصائم أفطر. أما إن غلب على أمره فلا يفطر.

“Istimna’ (onani) adalah berusaha mengeluarkan mani secara langsung atau dengan tangan. Jika dilakukan secara sengaja oleh orang yang berpuasa, maka membatalkan puasa. Adapun jika tidak disengaja, maka tidak membatalkan puasa.”

Dalam I’anatut Thalibin, Syekh Abu Bakar Syatha juga menjelaskan bahwa melakukan onani saat puasa itu termasuk hal yang membatalkan puasa sebagaimana keterengan berikut.

ويفطر باستمناء، وهو استخراج المني بغير جماع – حراما كان كإخراجه بيده، أو مباحا كإخراجه بيد حليلته أو بلمس لما ينقض لمسه بلا حائل

“Puasa itu batal sebab melakukan onani, yaitu berusaha mengeluarkan mani tanpa melalui jimak atau hubungan intim, baik onani yang haram, seperti mengeluarkan mani dengan cara menggerakkan kemaluan dengan tangannya sendiri, atau onani yang mubah, seperti meminta tolong istri melakukan onani dengan tangannya, atau menyentuh kulit seseorang yang membatalkan wudu bila persentuhannya tanpa penghalang.”

Dalam Nihayatuz Zain karya Syaikh Nawawi:

 (واستمناء) أى طلب خروج المني وهو مبطل للصوم مطلقا سواء كان بيده أو بيد حليلته أو غيرهما بحائل أولا بشهوة أولا

Namun jika tidak ada niat mengeluarkan air mani, tetapi keluar karena adanya persentuhan atau ‘kontak langsung antara kulit sebagai indera perasa dengan suatu barang. Semisal mencium, menggenggam tangan atau alat kelamin menempel pada sesuatu hingga keluar air mani, maka hal itu membatalkan puasa.

2. Pendapat Minoritas Ulama

Menurut pendapat ulama minoritas, onani tidak membatalkan puasa.

Sebagaimana pendapat Albani (ulama Wahabi, panutan Yazid Jawas) mengatakan:

Tidak ada dalil yang menunjukkan, bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasa. Adapun menyamakannya dengan menggauli isteri adalah pendapat yang kurang jelas. Oleh sebab itulah ash-Shan’ani mengatakan: ‘Yang nampak jelas adalah tidak mengqadha’nya dan tidak ada kafarah (denda) baginya, kecuali karena jimaa’. Adapun menyamakan dengan hukum menggauli isteri adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Asy-Syaukani cenderung kepada pendapat ini. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm. Lihat ‘al-Muhalla’ (VI/175-177).

Di antara bukti, bahwa menganalogikan istimna’ dengan jimaa’ adalah analogi yang bermuatan beda, sebagian orang berpendapat begini, dalam masalah batalnya puasa mereka berpendapat tidak sama dengan masalah kafarat. Mereka mengatakan: Karena jima’ adalah lebih berat, dan hukum asal menetapkan tidak ada  kafarat. Lihat al-Muhadzdzab dan Syarahnya oleh an-Nawawi (VI/328)

Demikian pula kami mengatakan, bahwa hukum asal menetapkan tidak batal puasanya, dan jima lebih berat daripada istimna’, dan makna istimna’ tidak bisa dianalogikan dengan jima’. Renungkanlah! [Tamaamu al-Minnah hal. 418-419]

Demikian Albani menyampaikan fatwanya.

Jika menurut Albani dan santrinya yang bernama Yazid Jawaz menyatakan bahwa onani tidak membatalkan puasa, bagaimana pendapat Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar