Minggu, 16 Oktober 2022

Wahabi Gagal Paham Shalawat Nariyah


Oleh Suryono Zakka

Bukan Wahabi jika tidak selalu gagal paham dan tidak selalu menggugat. Meskipun sudah banyak dalil dan hujjah tentang keabsahan amaliyah Aswaja, namun Wahabi tetap saja ngeyel dan keras kepala bahkan sekte pengecut karena hanya berani dimedsos alias tidak punya nyali dialog atau tabayun kepada kaum Aswaja.

Benarkah shalawat Nariyah itu bid'ah?

Jika shalawat nariyah dianggap bid'ah dalam arti tidak dibuat langsung oleh Rasulullah maka bisa diterima. Namun jika dimaksud shalawat Nariyah bid'ah berarti sesat maka sungguh tidak tepat sebab sesuatu yang baru yang tidak pernah dilakukan Rasulullah tidak semuanya sesat. Ada bid'ah hasanah yang memiliki dimensi sunnah artinya mengandung kemaslahatan dan pelakunya mendapatkan pahala.

Seperti halnya redaksi doa setelah shalat, tidak ada perintah dari nabi agar hanya mengutip dari Al-Qur'an dan hadits sehingga boleh membuat redaksi doa sesuai dengan kebutuhan. Begitupun shalawat, tidak ada perintah Rasulullah agar hanya mengutip redaksi shalawat dari Rasulullah sehingga boleh membuat shalawat yang intinya ditujukan kepada Rasulullah. Dengan kebolehan ini, tidak aneh jika ulama Aswaja banyak membuat shalawat dan sebagai bentuk kecintaan mereka kepada Rasulullah.

Jika mau jujur, tokoh Wahabi juga mengarang shalawat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Sebagai contoh, dalam muqaddimah kitab Al-Khuthab Al-Mimbariyah, Muhammad Bin Abdul Wahhab menulis sholawat dengan redaksi sebagai berikut:

اللهم صل على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وأصحابه الذين هم بهديه مستمسكون، وسلم تسليما كثيرا.

Dalam muqaddimah kitab Syarah Manzhumah Al-Qawa’id Wal Ushul, Utsaimin menulis sholawat dengan redaksi sebagai berikut:

فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.

Dalam muqodimah kitab Ahkamun Nisa’, Albani menulis sholawat dengan redaksi sebagai berikut:

والصلاة والسلام على من أرسله هاديًا , وبشيرًا , ونذيرًا

Benarkah Shalawat Nariyah itu Syirik?

Wahabi menganggap shalawat Nariyah mengandung kemusyrikan karena berisi tawasul kepada orang yang telah wafat (Rasulullah). Menurut Aswaja, tawasul bukan hanya diperbolehkan kepada orang yang masih hidup melainkan boleh juga kepada orang yang telah wafat. Beberapa dalilnya:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah:154)

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun memberikan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku, hingga aku membalas salamnya. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam kitab al-Mu'jam al Kabir dan al-Ausath dari Anas, bahwa ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibu Sayyidina Ali) wafat, maka Rasulullah turut menggali makam untuknya dan Rasul masuk ke dalam liang lahadnya sembari merebahkan diri di dalam liang tersebut dan beliau berdoa memohon ampun dengan perantara beliau dan nabi-nabi pendahulu yang telah wafat. Berikut redaksinya:

أَللهُ الَّذِيْ يُحْيِىْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ اِغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ )رواه الطبراني وابو نعيم فى حلية الأولياء عن انس

“Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah maha hidup, tidak akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah hujjahnya dan lapangkan kuburnya, dengan haq Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau dzat yang paling mengasihi”. (HR al-Thabrani dan Abu Nuaim dari Anas)

Benarkah Shalawat Nariyah itu shalawat neraka?

Shalawat Nariyah atau disebut juga shalawat Tâziyah atau shalawat Tafrîjiyah dikarang oleh ulama besar asal Maroko, Syekh Ahmad At-Tazi al-Maghribi (Maroko), dan diamalkan melalui sanad muttashil oleh ulama-ulama di berbagai belahan dunia. Termasuk Mufti Mesir Syekh Ali Jumah yang memperoleh sanad sempurna dari gurunya Syaikh Abdullah al-Ghummar, seorang ahli hadits dari Maroko.

Penamaan Nariyah karena pergeseran kata (tashif) dari kata asalnya yakni التازية menjadi النارية sehingga memiliki kemiripan. Hanya perbedaan pada tanda titik. Jadi kata nariyah tidak bisa dinisbatkan pada kata neraka melainkan hanya penamaan saja dari kata asalnya (taziyah).

Mengapa Wahabi anti tasawuf/sufi?

Tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang kejernihan hati. Tasawuf adalah bagian ilmu keislaman yang diakomodir dalam syariat sebagai bagian dari pembentukan akhlak. Wajar saja jika Wahabi adalah sekte yang garang dan kurang berakhlak karena tidak pernah mengenal tasawuf. Ilmu hanya membekas diotaknya dan ibadah hanya membekas pada fisiknya namun tidak membekas dalam hatinya. Efeknya, rajin ibadah tapi tidak berakhlak. Mengkafirkan umat Islam diluar golongannya.

Jelaslah bahwa tuduhan Wahabi hanyalah tuduhan kosong yang mengada-ada. Hal ini semata-mata karena kebencian mereka kepada kaum Aswaja. Yang menyebabkan negeri ini hancur bukan karena shalawat Nariyah bahkan shalawat Nariyah dapat dijadikan sebagai tawasul untuk menyelamatkan bangsa sehingga negeri ini bisa tetap kokoh berdiri atas izin Allah.

Yang menyebabkan kerusakan karena hadirnya sekte Khawarij seperti kehadiran kaum Wahabi dan kaum Khilafah. Dulu, sebelum munculnya kaum Wahabi dan kaum Khilafah, negeri ini aman dan damai. Kaum Wahabi dan kaum Khilafah adalah sekte pembawa fitnah.  Sekte sesat tapi merasa paling mendapat hidayah. Sekte sesat tapi mengklaim sebagai penegak sunnah dan anti bid'ah. Dimanapun mereka berada dinegara-negara muslim maka akan muncul kerusakan.

Rasulullah pun mengingatkan pada kita tentang sekte sesat Wahabi yang berbahaya serta membut fitnah. Mereka adalah bagian dari sekte khawarij sehingga sangat ekstrim dalam beragama. Rasulullah menjuluki mereka sebagai fitnah tanduk setan Nejd.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar