Sabtu, 13 Agustus 2022

Mbah Maimoen dan Nasionalisme


Oleh Suryono Zakka

Siapapun kenal dengan sosok kiai kharismatik ini. Tidak heran jika wafatnya beliau ditangisi oleh umat manusia. Bukan hanya warga NU yang berduka. Umat Islam dan umat beragama lainnya merasa kehilangan dengan wafatnya Al-Maghfurlah Syaikhina Maimoen Zubair. Tanah suci Mekkah dan maqbarah Ma'la menjadi saksi betapa sucinya jasad beliau. Wafat diwaktu yang istimewa, ditempat yang istimewa dan dalam suasana yang istimewa. Langit mendung dengan cuaca yang sejuk hingga guyuran hujan membasahi tanah suci Mekkah, alam pun ikut berduka mengiringi kepergian sang waliyullah.

Mbah Maimoen adalah sosok yang multi talenta. Semua disiplin keilmuan Islam ada pada beliau. Kepergian beliau sebagai isyarat lenyapnya sebagian ilmu dari muka bumi. Beliau sang faqih, sang muharrik, sang 'alim, sang mujahid, sang uswah dan sang mujaddid. Tutur katanya lembut sehingga membumi, sebagaimana keagungan akhlaknya mewarisi akhlak Rasulullah. Sikap arifnya menggambarkan ajaran Islam yang sesungguhnya.

Mbah Maimoen adalah sosok nasionalis. Tak diragukan lagi kecintaan beliau kepada NKRI. Dalam setiap kesempatan, beliau tidak lupa untuk terus menyerukan semangat nasionalisme. Pesannya: "wong iku kudu nduwe jiwa nasionalis". Beliau selalu hadir dalam setiap event kebangsaan. Samudera keilmuannya bersatu padu, yakni sikap nasionalis dan agamis melebur dalam sosok Mbah Maimoen. Dua esensi inilah yang tidak semua dimiliki oleh tokoh. Ada kalanya tokoh nasionalis namun minim ajaran agama dan ada pula tokoh yang agamis namun sangat alergi dengan nasionalisme.

Mbah Maimoen pernah dawuh bahwa kelompok yang ingin mengganti dasar negara Pancasila adalah teroris. Pesan ini hendaknya menjadi spirit kaum muda NU untuk selalu waspada terhadap kelompok perusak NKRI. Pancasila tak boleh diganti dengan ideologi apapun meski dengan embel-embel syariah.

Keteguhan Mbah Maimoen terhadap Pancasila seharusnya menjadi inspirasi anak bangsa bahwa NKRI sudah final. Kesetiaan Mbah Maimoen terhadap Pancasila menandakan bahwa Pancasila tidak melanggar syariat bahkan senafas dengan syariat. Jika Pancasila bertentangan dengan syariat, tentu Mbah Maimoen akan menolak Pancasila karena tidak mungkin beliau yang faqih dan masyhur keilmuannya akan menerima Pancasila jika bertentangan dengan syariat. Ulama pendiri bangsa ini juga punya kontribusi besar dalam merumuskan Pancasila jadi salah besar jika Pancasila bertentangan dengan syariat.

Penolakan terhadap Pancasila oleh beberapa kalangan, ormas dan anak-anak yang baru lahir kemarin sore adalah sebuah bentuk pengkhianatan. Bagi mereka yang tidak paham Pancasila seharusnya bisa belajar kepada ulama-ulama negeri ini yang keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan. Mbah Maimoen adalah salah satu contoh teladan dan referensi bagi umat Islam yang ingin tahu tentang Pancasila dan nasionalisme, bukan youtuber yang mendadak jadi ustadz atau ulama.

Mbah Maimoen adalah simbol keberuntungan bagi bangsa ini. Kendati telah wafat, karamah dan keberkahannya terus mengalir bagi bangsa ini. Sudah selayaknya, kita selaku generasi muda melanjutkan perjuangan Mbah Maimoen. Kendati keilmuan kita minim dan jauh dari beliau, minimal turut menjaga negeri ini dari kelompok perusak. Mempertahankan NKRI dan mempertahankan Pancasila warisan ulama pendahulu adalah bagian dari penghormatan terhadap Mbah Maimoen.

Wafatnya Mbah Maimoen adalah kesedihan. Sulit untuk mencari figur sosok Mbah Maimoen. Namun kita patut bersyukur, Mbah Maimoen telah mengkader generasi penerus beliau. Mulai dari putra-putra beliau yang alim allamah hingga lahirnya tokoh-tokoh muda NU, tokoh-tokoh muda nasionalis yang siap melanjutkan perjuangan Mbah Maimoen. Sebut saja Gus Muwafiq, Gus Miftah, Gus Nadirsyah, Gus Ulil, Gus Baha', Sayyid Seif Alwi dan masih banyak generasi-generasi muslim nasionalis yang akan dilahirkan dari rahim negeri ini. Mereka adalah potret dari Mbah Maimoen-Mbah Maimoen masa kini.

Kenang terus pesan-pesan Mbah Maimoen agar terus bisa mencintai negeri ini. Jangan kecewakan Mbah Maimoen dan jangan pula khianati para pendiri bangsa ini. Dari pada merusak negeri ini dengan memaksakan atau menguji coba ideologi yang tidak jelas, lebih baik mempertahankan ideologi Pancasila yang sudah teruji hingga hari ini. Jika alergi dengan Pancasila, silakan hengkang dari NKRI.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar